Amaliyah Malam Nishfu Sya'ban
Moh. Ma'ruf
Khozin
Diantara keutamaan
Sya'ban karena di dalamnya ada malam Nishfu Sya'ban. Banyak dari umat Islam
yang di malam tersebut melakukan amalan tertentu, misalnya dzikir, membaca
al-Quran dan sebagainya yang intinya adalah meminta ampunan kepada Allah.
Amaliyah ini memang tidak dilakukan di awal generasi sahabat, namun Rasulullah
dalam sabda-sabdanya yang masuk dalam kategori sahih telah memberi isyarat akan
kemulian malam tersebut. Dan jika sebuah amaliyah memiliki dasar dalam Islam,
maka amaliyah tersebut tidak termasuk bid'ah tercela, terlebih lagi telah
diamalkan sejak generasi Tabi'in dan ulama Salaf.
Sejarah Pelaksanaan
Malam Nishfu Sya'ban
Malam Nishfu
Sya'ban dilakukan pertama kali oleh para Tabi'in (generasi setelah Sahabat
Nabi) di
Syam Syria, seperti Khalid bin Ma'dan (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Makhul (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Luqman bin 'Amir (al-Hafidz Ibnu Hajar menilainya 'jujur') dan sebagainya, mereka mengagungkannya dan beribadah di malam tersebut. Dari mereka inilah kemudian orang-orang mengambil keutamaan Nishfu Sya'ban. Ketika hal ini menjadi populer di berbagai Negara, maka para ulama berbeda-beda dalam menyikapinya, ada yang menerima diantaranya adalah para ulama di Bashrah (Irak). Namun kebanyakan ulama Hijaz (Makkah dan Madinah) mengingkarinya seperti Atha', Ibnu Abi Mulaikah, dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ulama Madinah dan pendapat beberapa ulama Malikiyah mengatakan: "Semuanya adalah bid'ah".
Syam Syria, seperti Khalid bin Ma'dan (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Makhul (perawi dalam Bukhari dan Muslim), Luqman bin 'Amir (al-Hafidz Ibnu Hajar menilainya 'jujur') dan sebagainya, mereka mengagungkannya dan beribadah di malam tersebut. Dari mereka inilah kemudian orang-orang mengambil keutamaan Nishfu Sya'ban. Ketika hal ini menjadi populer di berbagai Negara, maka para ulama berbeda-beda dalam menyikapinya, ada yang menerima diantaranya adalah para ulama di Bashrah (Irak). Namun kebanyakan ulama Hijaz (Makkah dan Madinah) mengingkarinya seperti Atha', Ibnu Abi Mulaikah, dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ulama Madinah dan pendapat beberapa ulama Malikiyah mengatakan: "Semuanya adalah bid'ah".
Ulama Syam berbeda-beda dalam melakukan ibadah malam Nishfu Sya'ban. Pertama, dianjurkan dilakukan secara berjamaah di masjid-masjid. Misalnya Khalid bin Ma'dan, Luqman bin Amir dan lainnya, mereka memakai pakaian terbaiknya, memakai minyak wangi, memakai celak mata dan berada di masjid. Hal ini disetujui oleh Ishaq bin Rahuwaih (salah satu Imam Madzhab yang muktabar), dan beliau mengatakan tentang ibadah malam Nishfu Sya'ban di masjid secara berjamaah: "Ini bukan bid'ah". Dikutip oleh Harb al-Karmani dalam kitabnya al-Masail. Kedua, dimakruhkan untuk berkumpul di masjid pada malam Nishfu Sya'ban untuk shalat, mendengar cerita-cerita dan berdoa. Namun tidak dimakruhkan jika seseorang salat (sunah mutlak) sendirian di malam tersebut. Ini adalah pendapat al-Auza'i, imam ulama Syam, ahli fikih yang alim. Inilah yang paling tepat, InsyaAllah. (Syaikh al-Qasthalani dalam Mawahib al-Ladunniyah II/259 yang mengutip dari Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Ma'arif 151)
Dalil-Dalil Hadis Nishfu Sya'ban
Hadis Pertama
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ عَن ِالنَّبِيِّ قَالَ يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ (رواه الطبراني في الكبير والأوسط قال الهيثمى ورجالهما ثقات. ورواه الدارقطنى وابنا ماجه وحبان فى صحيحه عن ابى موسى وابن ابى شيبة وعبد الرزاق عن كثير بن مرة والبزار)
“Rasulullah Saw
bersabda, “Sesungguhnya Allah memperhatikan hambanya (dengan
penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Ia akan mengampuni semua
makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyahin (orang munafik yang menebar
kebencian antar sesama umat Islam)”. (HR Thabrani fi Al Kabir no 16639,
Daruquthni fi Al Nuzul 68, Ibnu Majah no 1380, Ibnu Hibban no 5757, Ibnu Abi
Syaibah no 150, Al Baihaqi fi Syu’ab al Iman no 6352, dan Al Bazzar fi Al
Musnad 2389. Peneliti hadis Al Haitsami menilai para perawi hadis ini
sebagai orang-orang yang terpercaya. Majma’ Al Zawaid 3/395)
Ulama Wahabi,
Nashiruddin al-Albani yang biasanya menilai lemah (dlaif) atau palsu (maudlu')
terhadap amaliyah yang tak sesuai dengan ajaran mereka, kali ini ia tak mampu
menilai dlaif hadis tentang Nishfu Sya'ban, bahkan ia berkata tentang riwayat
diatas: "Hadis ini sahih" (Baca as-Silsilat ash-Shahihah 4/86)
1563 - إن الله ليطلع في ليلة
النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن (صحيح) اهـ السلسلة الصحيحة للالباني (4/ 86)
Hadis Kedua
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اِنَّ اللهَ تَعَالَى يَدْنُوْ مِنْ خَلْقِهِ فَيَغْفِرُ لِمَنِ اسْتَغْفَرَ إِلاَّ
الْبَغِيَّ بِفَرْجِهَا وَالْعَشَّارَ (رواه الطبراني في الكبير وابن عدي عن عثمان
بن أبي العاص وقال الشيخ المناوي ورجاله ثقات اهـ التيسير بشرح الجامع الصغير 1/551)
"Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya (rahmat) Allah
mendekat kepada hambanya (di malam Nishfu Sya'ban), maka mengampuni orang yang
meminta ampunan, kecuali pelacur dan penarik pajak" (HR al-Thabrani dalam
al-Kabir dan Ibnu 'Adi dari Utsman bin Abi al-'Ash. Syaikh al-Munawi berkata:
Perawinya terpercaya. Baca Syarah al-Jami' ash-Shaghir 1/551)
Hadis Ketiga
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَنْزِلُ اللهُ تَعَالَى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِكُلِّ نَفْسٍ
إِلاَّ إِنْسَانًا فِي قَلْبِهِ شَحْنَاءُ أَوْ مُشْرِكًا بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ (قال الحافظ ابن حجر هذا حديث
حسن أخرجه الدارقطني في كتاب السنة عن عبد الله بن سليمان على الموافقة وأخرجه
ابن خزيمة في كتاب التوحيد عن أحمد بن عبد الرحمن بن وهب عن عمه اهـ الأمالي 122)
Qala Saw: "Yanzilu Allahu ta'ala lailatan nishfi min
Sya'bana fa yaghfiru li kulli nafsin illa insanan fi qalbihi syahna' au
musyrikan billahi azza wa jalla". Artinya “Rasulullah Saw bersabda: (Rahmat) Allah turun di malam
Nishfu Sya’ban maka Allah akan
mengampuni semua orang kecuali
orang yang di dalam
hatinya ada kebencian kepada saudaranya dan orang yang menyekutukan Allah"
(al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Hadis ini hasan. Diriwayatkan oleh
Daruquthni dalam as-Sunnah dan Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid, Baca al-Amali
122)
al-Hafidz Ibnu
Hajar juga meriwayatkan hadis yang hampir senada dari Katsir bin Murrah:
عَنْ كَثِيْرِ بْنِ مُرَّةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَبَّكُمْ يَطَّلِعُ لَيْلَةَ النِّصْفِ
مِنْ شَعْبَانَ إِلَى خَلْقِهِ فَيَغْفِرُ لَهُمْ كُلِّهِمْ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ مُشْرِكًا
أَوْ مُصَارِمًا (المطالب العالية للحافظ ابن حجر العسقلاني 3 / 424)
Nishfu Sya'ban
Menurut Para Ulama
Sahabat Abdullah
bin Umar Ra
عَنِ ابْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ خَمْسُ
لَيَالِيَ لاَ يُرَدُّ فِيْهِنَّ الدُّعَاءُ لَيْلَةُ الْجُمْعَةِ وَأَوَّلُ لَيْلَةٍ
مِنْ رَجَبٍ وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَلَيْلَتَا الْعِيْدِ (أخرجه البيهقي
في شعب الإيمان رقم 3711 وفي فضائل الأوقات
رقم 149 وعبد الرزاق رقم 7927)
"Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: Ada 5 malam yang
doa tidak akan ditolak. Yaitu doa malam Jumat, malam pertama bulan Rajab, Malam
Nishfu Sya'ban dan malam dua hari raya" (al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman
No 3811 dan dalam Fadlail al-Auqat No 149, dan Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf
No 7928)
Imam asy-Syafi'I
(150-204 H / 767-820 M)
قَالَ الْبَيْهَقِي قَالَ الشَّافِعِي وَبَلَغَنَا
أَنَّهُ كَانَ يُقَالُ إِنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِي خَمْسِ لَيَالٍ فِي لَيْلَةِ
الْجُمْعَةِ وَلَيْلَةِ اْلأَضْحَى وَلَيْلَةِ الْفِطْرِ وَأَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ
وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ (أخرجه البيهقي في السنن الكبرى رقم 6087 وفي
معرفة السنن والآثار رقم 1958 وذكره الحافظ ابن حجر في تلخيص الحبير رقم 675)
Ahli hadis
al-Baihaqi mengutip dari Imam Syafi'i: " Telah sampai
kepada kami bahwa doa dikabulkan dalam lima malam, yaitu awal malam bulan
Rajab, malam Nishfu Sya’ban, dua malam hari raya dan malam Jumat"
(as-Sunan al-Kubra No 6087, Ma'rifat as-Sunan wa al-Atsar No 1958, dan dikutip
oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Talkhis al-Habir No 675)
Ulama Syafi'iyah
قَالَ الشَّافِعِي وَاَنَا اَسْتَحِبُّ كُلَّ مَا
حُكِيَتْ فِي هَذِهِ اللَّيَالِي مِنْ غَيْرِ اَنْ تَكُوْنَ فَرْضًا هَذَا آخِرُ كَلاَمِ
الشَّافِعِي وَاسْتَحَبَّ الشَّافِعِي وَاْلاَصْحَابُ اْلاِحْيَاءَ الْمَذْكُوْرَ (المجموع
للنووي 5 / 43)
"asy-Syafii berkata: Saya menganjurkan semua yang
diriwayatkan tentang ibadah di malam-malam tersebut (termasuk malam Nishfu
Sya'ban), tanpa menjadikannya sebagai sesuatu yang wajib. asy-Syafii dan ulama
Syafi'iyah menganjurkan ibadah dengan cara yang telah disebutkan" (Imam
an-Nawawi dalam al-Majmu' 5/43)
Ahli Hadis al-Hafidz
al-Iraqi (725-806 H / 1325-1404 M)
قَالَ الزَّيْنُ الْعِرَاقِي مَزِيَّةُ لَيْلَةِ
نِصْفِ شَعْبَانَ مَعَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ كُلَّ لَيْلَةٍ أَنَّهُ ذُكِرَ
مَعَ النُّزُوْلِ فِيْهَا وَصْفٌ آخَرُ لَمْ يُذْكَرْ فِي نُزُوْلِ كُلِّ لَيْلَةٍ
وَهُوَ قَوْلُهُ فَيَغْفِرُ ِلأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ وَلَيْسَ
ذَا فِي نُزُوْلِ كُلِّ لَيْلَةٍ وَلأَنَّ النُّزُوْلَ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مُؤَقَّتٌ
بِشَرْطِ اللَّيْلِ أَوْ ثُلُثِهِ وَفِيْهَا مِنَ الْغُرُوْبِ (فيض القدير للمناوي
2/ 402)
"Zainuddin al-Iraqi berkata: Keistimewaan malam Nishfu
Sya'ban dimana setiap malam (rahmat) Allah turun ke langit terendah, adalah karena
memiliki karakteristik tersendiri yang tidak ada dalam setiap malam, yaitu
'Allah akan memberi ampunan'. Juga karena di setiap malam ditentukan waktunya
setelah lewat tengah malam atau sepertiga akhir, sementara dalam Nishfu Sya'ban
dimulai setelah terbenam matahari" (Faidl al-Qadir, Syaikh al-Munawi,
2/402)
Syaikh Ibnu Hajar
al-Haitami (909-973 H / 1504-1567 M)
وَالْحَاصِلُ أَنَّ لِهَذِهِ اللَّيْلَةِ فَضْلاً
وَأَنَّهُ يَقَعُ فِيْهَا مَغْفِرَةٌ مَخْصُوْصَةٌ وَاسْتِجَابَةٌ مَخْصُوْصَةٌ وَمِنْ
ثَمَّ قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ إنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِيْهَا
(الفتاوى الفقهية الكبرى لابن حجر الهيتمي 2/ 80)
"Kesimpulannya, bahwa Malam Nishfu Sya'ban ini memiliki
keutamaan. Di dalamnya terdapat ampunan khusus dan terkabulnya doa secara
khusus. Oleh karenanya as-Syafi'i berkata: Doa dikabulkan di Malam Nishfu
Sya'ban" (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah 2/80)
Syaikh Ibnu
Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M. Ideolog
Utama aliran Wahabi)
وَمِنْ هَذَا الْبَابِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ فَقَدْ رُوِىَ فِي فَضْلِهَا مِنَ اْلأَحَادِيْثِ الْمَرْفُوْعَةِ وَاْلآثَارِ
مَا يَقْتَضِي أَنَّهَا لَيْلَةٌ مُفَضَّلَةٌ وَأَنَّ مِنَ السَّلَفِ مَنْ كَانَ يَخُصُّهَا
بِالصَّلاَةِ فِيْهَا وَصَوْمُ شَهْرِ شَعْبَانَ قَدْ جَاءَتْ فِيْهِ أَحَادِيْثُ صَحِيْحَةٌ
وَمِنَ الْعُلَمَاءِ مِنَ السَّلَفِ مِنْ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَغَيْرِهِمْ مِنَ الْخَلَفِ
مَنْ أَنْكَرَ فَضْلَهَا وَطَعَنَ فِي اْلأَحَادِيْثِ الْوَارِدَةِ فِيْهَا كَحَدِيْثِ
إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ فِيْهَا ِلأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ بَنِي كَلْبٍ وَقَالَ
لاَ فَرْقَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ غَيْرِهَا لَكِنِ الَّذِي عَلَيْهِ كَثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ
الْعِلْمِ أَوْ أَكْثَرُهُمْ مِنْ أَصْحَابِنَا وَغَيْرِهِمْ عَلَى تَفْضِيْلِهَا وَعَلَيْهِ
يَدُلُّ نَصُّ أَحْمَدَ لِتَعَدُّدِ اْلأَحَادِيْثِ الْوَارِدَةِ فِيْهَا وَمَا يُصَدِّقُ
ذَلِكَ مِنَ اْلآثَارِ السَّلَفِيَّةِ وَقَدْ رُوِِىَ بَعْضُ فَضَائِلِهَا فِي الْمَسَانِيْدِ
وَالسُّنَنِ وَإِنْ كَانَ قَدْ وُضِعَ فِيْهَا أَشْيَاءٌ أُخَرُ (اقتضاء الصراط
302)
"Keutamaan malam Nishfu Sya'ban diriwayatkan dari
hadis-hadis marfu' dan atsar (amaliyah sahabat dan tabi'in), yang menunjukkan
bahwa malam tersebut memang utama. Dan sebagian ulama Salaf ada yang secara
khusus melakukan salat sunah (mutlak) di malam tersebut … Kebanyakan ulama atau
kebanyakan ulama dari kalangan kami mengatakan keutamaan malam Nishfu Sya'ban.
Ini sesuai dengan penjelasan Imam Ahmad karena banyaknya hadis yang menjelaskan
tentang malam Nishfu Sya'ban dan yang mendukungnya dari riwayat ulama Salaf.
Sebab riwayat Malam Nishfu Sya'ban terdapat dalam kitab-kitab Musnad dan Sunan,
meskipun di dalamnya juga ada sebagian hadis-hadis palsu" (Iqtidla' ash-Shirat al-Mustaqim 302)
وَسُئِلَ عَنْ صَلاَةِ
نِصْفِ شَعْبَانَ ؟ (الْجَوَابُ) فَأَجَابَ: إذَا صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ
النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ
مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَنُ. وَأَمَّا اْلاِجْتِمَاعُ فِي الْمَسَاجِدِ عَلَى
صَلاَةٍ مُقَدَّرَةٍ كَاْلاِجْتِمَاعِ عَلَى مِائَةِ رَكْعَةٍ بِقِرَاءَةِ أَلْفٍ:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ} دَائِمًا. فَهَذَا بِدْعَةٌ لَمْ يَسْتَحِبَّهَا أَحَدٌ
مِنَ اْلأَئِمَّةِ. وَاللهُ أَعْلَمُ (مجموع فتاوى ابن تيمية ج 2 ص 469)
“Ibnu
Taimiyah ditanya soal shalat pada malam nishfu Sya’ban. Ia menjawab: Apabila
seseorang shalat sunah muthlak pada malam nishfu Sya’ban sendirian atau
berjamaah, sebagaimana dilakukan oleh segolongan ulama salaf, maka hukumnya
adalah baik. Adapun kumpul-kumpul di masjid dengan shalat yang ditentukan,
seperti salat seratus raka’at dengan membaca surat al Ikhlash sebanyak seribu
kali, maka ini adalah perbuata bid’ah yang sama sekali tidak dianjurkan oleh
para ulama”. (Majmú' Fatáwá Ibnu
Taymiyyah, II/469)
Syaikh
al-Mubarakfuri (1361-1427 H / 1942-2006 M)
وَهَذِهِ اْلأَحَادِيْثُ كُلُّهَا تَدُلُّ عَلَى
عَظِيْمِ خَطَرِ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ وَجَلاَلَةِ شَأْنِهَا وَقَدْرِهَا وَأَنَّهَا
لَيْسَتْ كَاللَّيَالِي اْلأُخَرِ فَلاَ يَنْبَغِي أَنْ يُغْفَلَ عَنْهَا بَلْ يُسْتَحَبُّ
إِحْيَاءُهَا بِالْعِبَادَةِ وَالدُّعَاءِ وَالذِّكْرِ وَالْفِكْرِ (مرعاة المفاتيح
شرح مشكاة المصابيح 4/ 341)
"Hadis-hadis ini secara keseluruhan menunjukkan keagungan
Malam Nishfu Sya'ban, dan malam tersebut tidak sama dengan malam-malam yang
lain. Dan dianjurkan untuk tidak melupakannya, bahkan dianjurkan untuk
menghidupinya dengan ibadah, doa, dzikir dan tafakkur" (Syaikh
al-Mubarakfuri dalam Syarah Misykat al-Mashabih 4/341)
Membaca Yasin di
Malam Nishfu Sya'ban
وَأَمَّا قِرَاءَةُ سُوْرَةِ يس لَيْلَتَهَا بَعْدَ
الْمَغْرِبِ وَالدُعَاءِ الْمَشْهُوْرِ فَمِنْ تَرْتِيْبِ بَعْضِ أهْلِ الصَّلاَحِ
مِنْ عِنْدِ نَفْسِهِ قِيْلَ هُوَ الْبُوْنِى وَلاَ بَأْسَ بِمِثْلِ ذَلِكَ (أسنى
المطالب فى أحاديث مختلفة المراتب ص 234)
“Adapun
pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban setelah Maghrib merupakan hasil
ijtihad sebagian ulama, konon ia adalah
Syeikh Al Buni, dan hal itu bukanlah suatu hal yang buruk”. (Syaikh Muhammad
bin Darwisy, Asná al-Mathálib, 234)
Kesimpulan
Berdasarkan hadis-hadis sahih diatas
dan ijtihad para ulama hadis dan fikih menunjukkan bahwa amaliyah di malam
Nishfu Sya'ban memiliki dasar yang kuat dan bukan perbuatan bid'ah yang sesat,
karena telah diamalkan sejak generasi ulama salaf. Jika Tarawih di Madinah 39
rakaat yang baru dirintis di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah
tidak ada yang menghukumi bid'ah bahkan menjadi acuan sah ijtihad ulama
Malikiyah, lalu bagaimana bisa amaliyah malam Nishfu Sya'ban dituduh bid'ah
yang sesat? Wallahu A'lam
dari artikel "Amaliah Malam Nishfu Sya'ban" By Moh. Ma'rufKhozin
No comments:
Post a Comment