Pertanyaan yang sering diajukan oleh kaum Wahhabi seperti Ibn Baz, al-Utsaimin, al-Albani, Mahrus Ali, dan lain-lain adalah: Bolehkah mengamalkan shalawat yang tidak disusun oleh Nabi SAW, bahkan tidak dikenal pada masa beliau?. Bahkan terakhir, tayangan Khazanah Trans 7 pada hari Jum’at 12 April 2013 menayangkan hal tersebut dengan membid’ahkan amaliah sholawat yang dikarang oleh ulama.
Sedangkan
mengenai bentuk redaksinya, shalawat itu ada dua macam, yaitu Shalawat
Ma’tsur dan Shalawat Ghoiru Ma’tsur. Shalawat Ma’tsur adalah shalawat
yang dibuat oleh Rasululloh SAW sendirir, baik kalimat, cara membaca,
waktu maupun fadhilahnya.
Adapun Shalawat yang masuk kategori
Ghoiru Ma’tsur, adalah seperti shalawat yang disusun oleh
Imam Al Ghazali, shalawat Quthbul Aqthab yang disusun oleh Sayid Abdullah bin Alawi Al-Hadad, Shalawat Nariyah, Shalawat Munjiyat, Shalawat Mukhathab dan lain – lain.
Imam Al Ghazali, shalawat Quthbul Aqthab yang disusun oleh Sayid Abdullah bin Alawi Al-Hadad, Shalawat Nariyah, Shalawat Munjiyat, Shalawat Mukhathab dan lain – lain.
Mayoritas kaum “muslimin, berpandangan
bahwa mengamalkan shalawat-shalawat yang disusun oleh para ulama dan
auliya seperti Shalawat Munjiyat, Shalawat Nariyah, Shalawat al-Fatih,
Shalawat Thibbul Qulub dan lain-lain adalah dibolehkan dan disunnahkan
sesuai dengan paradigma umum yang mengakui adanya bid’ah hasanah dalam
agama. Terdapat sekian banyak dalil -selain dalil-dalil bid’ah hasanah
sebelumnya- yang menjadi dasar kebolehan membaca doa-doa dan
shalawat-shalawat yang belum pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Di
antara dalil- dalil tersebut akan kami sebutkan satu persatu di bawah.
1. Hadits Anas bin Malik RA.
“Anas bin Malik berkata: “Suatu ketika
Rasulullah SAW bertemu dengan laki-laki a’rabi (pedalaman) yang sedang
berdoa dalam shalatnya dan berkata: “Wahai Tuhan yang tidak terlihat
oleh mata, tidak dipengaruhi oleh keraguan, tidak dapat diterangjkan
oleh para pembicara, tidak diubah oleh perjalanan waktu dan tidak oleh
malapetaka; Tukan yang mengetahui timbangan gunung, takaran lautan,
jumlah tetesan air luijan, jumlah daun-daun pepohonan, jumlah segala apa
yang ada di bawah gelaapnya malam dan terangnya siang, satu langit dan
satu bumi tidak menghalanginya ke langit dan bumi yang lain, lautan
tidak dapat menyembunyikan dasarnya, gunung tidak dapat menyembunyikan
isinya, jadikanlah umur terbaikku akhimya, amal terbaikku pamungkasnya
dan hari terbaikku hari aku bertemu dengan-Mu.”
Setelah laki-laki a’rabi itu selesai
berdoa, Nabi SAW memanggilnya dan memberinya hadiah berupa emas dan
beliau berkata kepada laki-laki itu: “Aku memberimu emas itu karena
pujianmu yang bagus kepada Allah ‘azza wa jalla”.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al- Ausath (9447) dengan sanad yang jayyid.
Hadits ini menunjukkan bolehnya berdoa
dengan doa yang belum pernah diajarkan oleh Nabi Dalam hadits tersebut,
Nabi tidak menegur si a’rabi yang berdoa dengan susunannya sendiri, juga
tidak berkata kepadanya: “Mengapa kamu berdoa dengan doa yang belum
pernah aku ajarkan?!”. Akan tetapi Nabi SAW justru memujinya dan
memberinya hadiah.
2. Hadits Abdullah bin Mas’ud
وَعَنِ أَبِنِ مَسْعُوْدٍ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: اِذَا
صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَاَحْسِنُوْا الصَّلاَةَ عَلَيْهِ فَاِنَّكُمْ لاَتَدْرُوْنَ لَعَلَّ
ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ فَقَالُوْا لَهُ : فَعَلِّمْنَا, قَالَ:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتكَ عَلَى سَيِّدِ
الْمُرْسَلِيْنَ وَاِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ
مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ اِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ
وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ , الَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا
يَغْبِطُهُ بِهِ اْلاَوَّلُوْنَ وَاْلاَخِرُوْنَ.رواه ابن ماجه
“Abdullah bin Mas’ud berkata:
“Apabila kalian bershalawat kepada Rasulullah SAW, maka buatlah redaksi
shalawat yang bagus kepada beliau, siapa tahu barangkali shalawat kalian
itu diberitahukan kepada beliau.” Mereka bertanya: “Ajari kami cara
shalawat yang bagus kepada beliau.” Beliau menjawab: “Katakan, ya Allah
jadikanlah segala shalawat, rahmat dan berkah-Mu kepada sayyid para
rasul, pemimpin orangorang yang bertakwa, pamungkas para nabi, yaitu
Muhammad hamba dan rasul-Mu, pemimpin dan pengarah kebaikan dan rasul
yang membawa rahmat. Ya Allah anugerahilah beliau mcujam terpuji yang
menjadi harapan orangorang terdahulu dan orang-orang terkemudian.” Hadits
shahih ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (906), Abdurrazzaq (3109), Abu
Ya’la (5267), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir (9/115) dan Ismail
al-Qadhi dalam Fadhl al-Shalat (hal. 59). Hadits ini juga disebutkan
oleh Ibn al-Qayyim -ideolog kedua faham Wahhabi- dalam kitabnya Jala’
al-Afham (hal. 36 dan hal 72).
3. Hadits Ali bin Abi Thalib
عَنْ سَلاَمَةَ الْكِنْدِيِّ قَالَ: كَانَ عَلِيٌّ رَضِِيَ
اللهُ عَنْهُ يُعَلّمُ النَّاسَ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِّيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : اَللَّهُمَّ دَاحِىَ
الْمَدْحُوَّاتِ, وَبَارِئَ الْمَسْمُوْكَاتِ, وَجَبَّارَ الْقُلُوْبِ
عَلَى فِطْرَتِهَا شَقِيِّهَا وَسَعِيْدِ هَا,اجْعَلْ شَرَائِفَ
صَلَوَاتِكَ وَنَوَاميَ بَرَكَاتِكَ وَرَأْفَةَ تَحَنُّنِكَ ,
عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِ كَ وَرَسُوْلِكَ, الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ
وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ وَالْمُعْلِنِ الْحَقَّ بِالْحَقِّ
وَالدَّامِغِ لِجَيْشْاتِ اْلاَبَاطيِْ كَمَا حُمِّلَ ,فَاضْطَلَعَ
بِأَمْرِكَ بِطَاعَتِكَ ,مُسْتَوْفِزًا فِى مَرْضَاتِكَ,بَغَيْرِ نَكْلٍ
فِى قَدَمٍ وَلاَوَهْيٍ فِى عَزْمٍ ,وَاعِيًا لِوَحْيِكَ ,حَافِظًا
لِعَهْدِ كَ ,مَاضِيًّا عَلَى نَفَاذِ أَمْرِكَ ,حَتَّى أَوْرَ ى قَبَسًا
لِقَابِسٍ , آلا ءَ اللهِ تَصِلُ بِهِ أَسْبَابَهُ ,بِهِ هُدِيَتِ
اْلقُلُوْبُ بَعْدَ حَوْضاتِ الْفِتَنِ وَاْلاِثْمِ ,وَأَبْهَجَ مُوْ
ضِحَاتِ اْلاَعْلاَمِ وَنَائِرَاتِ اْلاَحْكاَمِ وَمُنِيْرَاتِ
اْلاِسْلاَمِ,فَهُوَ أَمِيْنُكَ الْمَأْمُوْنُ وَخَازِنُ عِلْمِكَ
الْمَخْزُوْنِ وَشَهِيْدُكَ يَوْمَ الدِّيْنِ وَبَعِيْثُكَ نِعْمَةً
وَرَسُوْلُكَ بِالْحَقِّ رَحْمَةً.َ اَللَّهُمَّ افْسَحْ لَهُ فِى عَدْنِكَ
وَاجْزِهِ مُضَا عَفَاتِ الْخَيْرِ مِنْ فَضْلِكَ لَهُ مُهَنّئَاتٍ غَيْرَ
مُكَدَّرَاتٍ مِنْ فَوْزِ ثَوَابِكَ الْمَحْلٌوْلِ وَجَزِيْلِ عَطَائِكَ
الْمَعْلُوْلِ . اَللَّهُمَّ أَعْلِ عَلَى بِنَاءِ النَّاسِّ بِنَاءَهُ
وَأَكْرِمْ مَثْوَاهُ لَدَيْكَ وَنُزُلَهُ وَأَتْمِمْ لَهُ نُوْرَهُ
وَاجْزِهِ مِنِ ابْتِعَاثِكَ لَهُ مَقْبُوْلَ الشَّهَادَةِ وَمَرْضِيَّ
اْلمَقَالةِ ذَا مَنْطِقٍ عَدْلٍ وَخُطَّةٍ فَصْلٍ وَبُرْهَانٍ عَظِيْمٍ
“ Salamah al Kindi berkata,” Ali bin Abi Thalib r.a mengajarkan kami cara vershalawat kepada Nabi SAW
dengan berkata:” Ya Alloh, pencipta bumi yang menghampar, pencipta
langit yang tingi, dan penuntun hati yang celaka dan yang bahagia pada
ketetapanya, jadikanlah shalawat –Mu yang mulia, berkah-Mu yang tidak
terbatas dan kasih saying-Mu yang lebut pada Muhammad hamba dan
utusan-Mu, pembuka segala hal yang tertutup, pamungkas yang terdahulu,
penolong agama yang benar dengan kebenaran,dan penkluk bala tentara
kebatilan seperti yang dibebankan padanya, sehingga ia bangkit membawa
perintah-Mu dengan tunduk kepada-Mu, siap menjalankan ridha-Mu, tanpa
gentar dalam semangat dan tanpa kelemahan dalam kemauan, sang penjaga
wahyu-Mu, pemelihara janji-Mu, dan pelaksana perintah-Mu sehingga ia
nyalakan cahaya kebenaran pada yang mencarinya, jalan – jalan nikmat
Alloh terus mengalir pada ahlinya dengan Muhammad hati yang tersesat
memperoleh petunjuk setelah menyelami kekufuran dan kemaksiatan, ia (
Muhammad ) telah memperindah rambu – rambu yang terang, hukum – hukum
yang bercahaya, dan cahaya – cahaya Islam yang menerangi, dialah (
Muhammad )orang yang jujur yang dipercayai oleh-Mu dan penyimpan ilmu-Mu
yang tersembunyi, saksi-Mu di hari kiamat, utusan-Mu yang membawa
nikmat, rasul-Mu yang membawa rahmat dengan kebenaran. Ya Alloh,
luaskanlah surga-Mu baginya, balaslah dengan kebaikan yang berlipat
ganda dari anugerah-Mu baginya, yaitu kelipatan yang mudah dan bersih,
dari pahala-Mu yang dpat diraih dan anugerah-Mu yang agung dan tidak
pernah terputus . Ya Alloh, berilah ia derajat tertinggi diantara
manusia, muliakanlah tempat tinggal dan jamuannya di surga-Mu,
sempurnakanlah cahayanya, balaslah jasanya sebagai utusan-Mu dengan
kesaksian yang diterima, ucapan yang diridhai, pemilik ucapan yang
lurus, jalan pemisah antara yang benar dan yang bathil dan hujjah yang
kuat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Sa’id bin
Manshur, Ibn Jarir (224- 310 H/839-923 M) dalam Tahdzib alAtsar, Ibn Abi
Ashim, Ya’qub bin Syaibah dalam Akhbar ‘Ali, Ibn Abi Syaibah dalam
al-Mushannaf (29520), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath (9089) dan
lain-lain. Hadits ini juga dikutip oleh ahli hadits sesudah mereka
seperti al-Hafizh al- Qadhi Iyadh dalam al-Syifa, al-Hafizh al-Sakhawi
dalam al-Qaul al- Badi’, Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Durr al-Mandhud,
al-Hafizh al- Ghummari dalam Itqan alShan’ah dan lain-lain. Menunit
al-Hafizh Ibn Katsir, redaksi shalawat ini popular dari Ali bin Abi
Thalib.
4. Hadits Abdullah bin Abbas
Lebih dari itu, ada beberapa shahabat
yang membuat shalawat tersendiri untuk Rasululloh SAW. Diantaranya
adalah shahabat Abdullah bin Abbas seperti yang disebutkan pada hadits
berikut ini:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِِيَ اللهُ
عَنْهُ اَنَّهُ كَانَ اِذَا صَلَّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قاَلَ : اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ شَفَاعَةَ مُحَمَّدٍ الْكُبْرَى
وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ الْعُلْيَا وَأَعْطِهِ سُؤَلَهُ فِى اْلاَخِرَةِ
وَاْلاُوْلَى كَمَا اَتَيْتَ اِبْرَاهَيْمَ وَمُوْسَى
“ Ibn Abas r.a apabila membaca shalawat
kepada Nabi SAW beliau berkata,” Ya Alloh kabulkanlah syafaat Muhammad
yang agung, tinggikanlah derajatnya yang luhur, dan berilah permohonanya
di dunia dan akhirat sebagaimana Engkau kabulkan permohonan Ibrahim dan
Musa” Hadits ini diriwayatkan oleh Abd bin Humaid dalam al-Musnad,
Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (3104) dan Ismail al-Qadhi dalam Fahdl
al-Shalat ‘Ala al-Nabiy (hal 52). Hadits ini juga disebutkan oleh Ibn
al-Qayyim dalam Jala’ alAfham (hal 76). Al-Hafizh al- Sakhawi mengatakan
dalam alQaul al-Badi’ (hal. 46), sanad hadits ini jayyid, ku at dan
shahih.
5. Shalawat al-Hasan al-Bashri
Al-Hasan al-Bashri, ulama generasi
tabi’in terkemuka mengatakan: “Barangsiapa berkeinginan minum dengan
gelas yang sempuma dari telaga Nabi maka bacalah:
“Ya Allah curahkanlah shalawat kepada
Muhammad dan kepada keluarganya, sahabatnya, anak-anaknya,
istri-istrinya, keturunannya, ahli baitnya, keluarga istri-istrinya,
para penolongnya, pendukungnya, kekasihnya dan umatnya dan kepada kami
bersama mereka semuanya ya arhamarrahimin.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Qadhi Iyadh dalam al Syifa dan al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ (hal. 47).
6. Shalawat al-Imam al-Syafi’i
Abdullah bin al-Hakam berkata: “Aku
bermimpi bertemu al-Imam al- Syafi’i setelah beliau meninggal. Aku
bertanya: “Bagaimana perlakuan Allah kepadamu?” Beliau menjawab: “Allah
mengasihiku dan mengampuniku. Lalu aku bertanya kepada Allah: “Dengan
apa aku memperoleh derajat ini?” Lalu ada orang yang menjawab: “Dengan
shalawat yang kamu tulis dalam kitab al-Risalah:
“Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada
Muhammad sejumlah ingatan orang-orang yang berdzikir kepada-Nya dan
sejumlah kelalaian orang-orang yang lalai kepada-Nya”.
Abdullah bin al-Hakam berkata: “Pagi
harinya aku lihat kitab al Risalah, ternyata shalawat di dalamnya sama
dengan yang aku lihat dalam mimpiku.”
Kisah ini diriwayatkan oleh banyak ulama
seperti Ibn al-Qayyim dalam Jala’ alAjham (hal. 230), al-Hafizh
al-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ (haL 254) dan lain-lain.
Hadits-hadits di atas, dan ratusan
riwayat lain dari ulama salaf dan ahli hadits yang tidak disebutkan di
sini, dapat mengantarkan kita pada beberapa kesimpulan di antaranya:
Pertama, dalam Islam tidak ada
ajaran yang mengajak meninggalkan shalawat-shalawat atau doa-doa yang
disusun oleh para ulama dan auliya.
Seperti Dalail al-Khairat, Shalawat
al-Fatih, Munjiyat, Nariyah, Thibbul Qulub, Badar dan lain-kin. Bahkan
sebaliknya, ajaran Islam menganjurkan untuk mengamalkan
shalawat-shalawat dan doa-doa yang disusun oleh para ulama dan auliya.
Sejak generasi sahabat Nabi SAW kita dianjurkan untuk menyusun shalawat
yang baik kepada Nabi SAW, sebagai tanda kecintaan dan ekspresi
keta’zhiman kita kepada beliau. Mereka juga mengajarkan kita cara
menyusun shalawat yang baik kepada Nabi SAW, seperti shalawat yang
disusun oleh Sayidina Ali, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas dan ulama-ulama
sesudahnya. Dari sekian banyak shalawat yang disusun oleh mereka,
lahirlah karya-karya khusus dalam shalawat vang ditulis oleh para hafizh
dari kalangan ahli hadits seperti Fadhl al-Shalat ‘aha. al-Nabi karya
al-Imam Ismail bin Ishaq al- Qadhi, Jala’ al-Ajham karya Ibn al-Qayyim,
al-Qahl al-Badi’ karya al-Hafizh al-Sakhawi dan ratusan karya shalawat
lainnya.
Dengan demikian, ajakan Wahhabi agar
meninggalkan shalawat dan doa yang disusun oleh para ulama dan auliya,
termasuk bid’ah madzmumah yang berangkat dari paradigma Wahhabi yang
anti bid’ad hasanah, serta bertentangan dengan Sunnah Rasul yang
membolehkan dan memuji doa-doa yang disusun oleh para sahabatnya.
Kedua, di antara susunan shalawat yang baik adalah bacaan shalawat yang disertai dengan pujian kepada Nabi SAW.
Seperti yang dicontohkan dalam shalawat
Sayidina Ali bin Abi Thalib dengan menyertakan nama-nama dan
sifat-sifat Nabi yang terpuji seperti, ‘alfatih lima ughliq, aldafi’
lijaysyat alabathil, al-khatim lima sabaq’ dan lain-lain. Oleh karena
itu, Shalawat al-Fatih dan lain-lain yang mengandung pujian kepada Nabi
SAW dengan kalimat ‘alfatih lima ughliq, al-khatim lima sabaq, thibbil
qulub wa dawaiha’ dan lain-lain termasuk mengikuti Sunnah Sayyidina Ali
bin Abi Thalib yang diakui sebagai salah satu Khulafaur Rasyidin oleh
kaum Muslimin. Rasulullah sendiri memerintahkan kita agar mengikuti
sunnah Khulafaur Rasyidin sebagaimana juga diakui oleh al-’Utsaimin
(Ulama Wahabi) dalam Syarh al-’Aqidah al- Wasithiyyah (hal. 639).
Ketiga, hadits-hadits di atas,
dapat mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa para sahabat telah
terbiasa menyusun doa-doa dan bacaan shalawat kepada Nabi.
Hal ini kemudian diteladani oleh para
ulama salaf yang saleh dari kalangan ahli hadits hingga dewasa ini. Lalu
bagaimana dengan pernyataan Ustadz Mahrus Ali dalam bukunya Mantan Kiai
NU Menggugat Sholaunt & Dzikir Syirik (hal. 91) berikut ini:
“Para sahabat yang fasih berbahasa Arab,
lihai berbicara bahasa Arab dan ahli sastra bahasa Arab pun tidak mau
membuat dan mereka-reka sendiri kalimat atau bacaan sholawat untuk
Rasulullah Padahal bila mereka mau, tentunya mereka akan dengan mudah
sekali membuat bacaan tersebut”
Tentu saja pernyataan Ustadz Mahrus Ali ini merupakan bentuk kebohongan dan ketidaktahuan.
Hal ini menjadi bukti yang sangat kuat bahwa ia dan Ustadz Mu’ammal
Hamidy serta guru-guru mereka seperti Ibn Baz, al-’Utsaimin, al-Albani
dan Arrabi’, bukan pengikut ahli hadits dan bukan golongan Ahlussunnah
Wal-Jama’ah, karena kitab- kitab hadits seperti Kitab Standar Hadits
yang Enam (al-Kutub al-Sittah) dan lain-lain telah meriwayatkan bahwa
tidak sedikit di antara sahabat yang menyusun dan mereka-reka sendiri
doa-doa yang mereka baca dalam ibadah shalat, haji dan lain-lain.
Di antara mereka ada pula yang
mereka-reka sendiri bacaan shalawat kepada Nabi SAW seperti shalawat
yang disusun oleh Sayidina Ali, Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas yang kemudian
diikuti oleh para ulama salaf yang saleh dan generasi penerus mereka
hingga dewasa ini. Sebagian bacaan shalawat para sahabat dan ulama salaf
yang saleh juga diriwayatkan oleh Ibn al-Qayyim-ideolog kedua ajaran
Wahabi – dalam kitabnya Jala’ al-Afham.
(Tim Sarkub)
- Membongkar Kebohongan Buku Mahrus Ali Yang Mengaku-ngaku Kiai NU
No comments:
Post a Comment