Di
mana-mana Wahabi Salafi selalu membuat masalah dalam penyebaran dakwah.
Mereka tidak segan memvonis bid’ah dan musyrik secara sembarangan kepada
orang beriman yang tidak sepaham.
Oleh
karena itu, dakwah mereka harus diluruskan agar tidak menimbulkan
pertengkaran dan perpecahan di kalangan umat, dan tidak menjadikan
ancaman bagi kehidupan masyarakat berbangsa dan bemegara. Seperti yang dilakukan oleh Petinggi Sarkub, KH. Thobari Syadzily, dalam kunjungannya di tempat kejadian di Perum Pondok Makmur Kotabaru (dekat Kotabumi), Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Sudah lama
suasana kehidupan di lingkungan masyarakat masjid Nurul Hidayah
Perumahan Pondok Makmur Kotabaru Kabupaten Tangerang berjalan aman dan
penuh kedamaian. Jika ada permasalahan yang dapat menimbulkan
perpecahan, mereka dapat meredam dengan baik dan mengedepankan toleransi
atau tasamuh (saling menghormati), sehingga permasalahan dapat
diselesaikan dengan baik. Mereka juga menolong, bertukar pendapat dan
berbagi pengalaman.
Hampir
setiap malam, masjid Nurul Hidayah banyak dikunjungi jamaah imtuk
melaksanakan shalat dan kegiatan keislaman lainnya yang sudah menjadi
tradisi. Kegiatan berlangsung cukup lama dan tidak seorangpun berani
mengusik atau usil.
Namun, sangat disayangkan, pertengahan 2011 lalu. “Suasana kondusif tersebut berubah,” kata KH Thobari Syadzily kepada wartawan Majalah Aula.
Ini terjadi setelah kedatangan kelompok Wahabi Salafi yang dipimpin
Ustadz Kusnadi. Bahkan di antara sesama jama’ahpun saling bertengkar dan
membenci hanya karena urusan sepele. “Kegiatan tahlil, tawassul,
selamatan kematian, dzikir berjama’ah, peringatan maulid Nabi SAW dan
sebagainya menjadi bahan perdebatan yang tidak kunjung usai,” kata Kiai
Thobari, tokoh Densus 99 Sarkub.
Padahal sebelumnya, ustadz Kusnadi tidak diterima kehadiran dakwahnya di masjid sekitar Kotabumi Tangerang, termasuk masjid yang dimiliki Muhammadiyah. “Karena, isi dakwahnya selalu dipenuhi dengan cercaan, makian, dan hinaan terhadap amalan-amalan yang tidak sepaham dengannya,”
ungkap alumni Pesantren Tebuireng Jombang ini. “Sehingga, hal itu dapat
menjadikankan fitnah yang dapat menimbulkan kebencian dan perpecahan di
tengah masyarakat,” lanjut Kiai Thobari Syadzily yang juga aktifis
Lajnah Falakiyah PWNU Banten ini.
Dikisahkan,
dalam penyampaian dakwahnya, Ustadz Kusnadi melarang mengadakan
Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), seperti Maulid Nabi SAW, Isra’
Mi’raj, selamatan kematian dan sebagainya. “Semua peringatan tidak
ada tuntunannya dari Nabi SAW dan berasal dari kaum Yahudi Nasrani dan
merupakan tradisi agama Hindu dan Budha,” sergahnya menyayangkan. Jadi, semuanya bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan masuk neraka.
Begitu pula, sang ustadz mengajarkan akidah mujassimah kepada masyarakat termasuk anak-anak. “Yang
bersangkutan menyatakan bahwa Allah bertempat di Arasy, punya tangan,
wajah, dan sebagainya. “Berarti dia menyamakan Allah SWT dengan makhluk,
meskipun sesuai dengan keagungan-Nya,” lanjutnya. Jadi, yang
diajarkan bertentangan dengan akidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Karena, di
antara sifat yang wajib bagi Allah itu adalah Al- Mukhalafah iil
Hawadits. “Artinya Allah berbeda dengan makhluk. Sedangkan, lawan dari
sifat Al-Mukhalafah lil Hawadits adalah sifat Al-Mumatsalah lil
Hawadits,” katanya berargumen. Dengan demikian Allah tidak sama seperti
makhluk, yang merupakan salah satu sifat yang mustahil bagi Allah.
WASPADAI MODUS MEREKA
Masuk dan
diterimanya kelompok Wahabi Salafi di masjid Nurul- Hidayah tidak lain
karena peran serta ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Karena, mereka
menggunakan strategi dakwah yang penuh dengan kelicikan dengan
memutarbalikan fakta hukum dan sejarah. Selain itu, untuk memuluskan dan
mengembangkan misi, mereka terns melakukan pendekatan, mempengaruhi,
dan berusaha mengambil hati para pengurus DKM itu dengan berbagai macam
cara. “Sehingga lama-kelamaan semua pengurus masjid yang terdiri dari
orang yang masih awam dalam beragama itu terpengaruh dan terkena virus
Wahabi Salafi,” katanya menyayangkan. Akhirnya dakwah mereka diterima
dan disambut baik. Bahkan, mereka diizinkan untuk mengadakan pengajian
rutinan mingguan, yang jama’ahnya didatangkan dari luar.
Untuk
keberlangsungan pengajian rutinan mingguan itu, ketua DKM masjid
Nurul-Hidayah berusaha membantu mencarikan kontrakan dan membiayai sang
ustadz untuk tinggal di dekat masjid. Tidak berhenti sampai di situ, dia
juga mencarikan kontrakan yang masih kosong untuk dijadikan tempat
tinggal para pengikutnya, sehingga rumah kontrakan di sekitar masjid
dipenuhi para penghuni jama’ah Wahabi Salafi. Akhirnya untuk memuluskan
jalan dakwah, masjid itu dikuasai jama’ah mere¬ka bahkan tak jarang imam
shalat rawatib pun diangkat dari golongan mereka atas mandat ketua DKM,
yang sudah terkena pengaruh.
Di awal
tahun 2012, mereka berhasil menjalankan visi dan misi Wahabi Salafi
dengan menduduki dan menguasai masjid Nurul-Hidayah. “Pengajian rutinan, baik harian maupun mingguan pun berjalan dengan tertib dan lancar sesuai yang mereka harapkan,”
katanya Kiai Thobari memastikan, segala bentuk kegiatan yang berkaitan
dengan nilai ibadah (‘ubudiyah) yang tidak sesuai dengan paham mereka
sedikit demi sedikit mereka rubah dan tiadakan. “Bahkan pengajian ibu-ibu pada setiap hari Jum’at pun sempat dihentikan,” katanya sembari geleng- geleng kepala. “Karena, mereka menilai bahwa perbuatan itu termasuk perbuatan bid’ah dan dilarang dalam syari’at Islam,” lanjutnya.
Puncaknya
pada bulan Ramadhan lalu, ibadah shalat tarawih pun diubah total. Yang
tadinya dua puluh raka’at diganti menjadi delapan raka’at, tanpa dzikir
atau doa setelah selesai shalat tarawih dan witir, hingga setiap
kegiatan “Kultum” pun diisi dan didominasi para penceramah dan ustadz
mereka.
I’TIBAR DEMI KEBAIKAN
Untungnya pada awal Juli lalu mayoritas masyarakat tidak menerima dengan dakwah yang dibawa mereka, sehingga mengadakan gerakan melengserkan kepengurusan masjid. Akhirnya awal Agustus, masyarakat mendesak ketua DKM masjid beserta jajarannya segera mengundurkan diri. Alhamdulillah atas seizin Allah SWT keinginan masyarakat luas itu tercapai. Setelah kepengurusan DKM mengundurkan diri dan lengser di hadapan para jama’ah, masyarakat mulai mengadakan pemilihan ketua DKM baru beserta jajarannya.
Untungnya pada awal Juli lalu mayoritas masyarakat tidak menerima dengan dakwah yang dibawa mereka, sehingga mengadakan gerakan melengserkan kepengurusan masjid. Akhirnya awal Agustus, masyarakat mendesak ketua DKM masjid beserta jajarannya segera mengundurkan diri. Alhamdulillah atas seizin Allah SWT keinginan masyarakat luas itu tercapai. Setelah kepengurusan DKM mengundurkan diri dan lengser di hadapan para jama’ah, masyarakat mulai mengadakan pemilihan ketua DKM baru beserta jajarannya.
Kepengurusan
DKM masjid Nurul-Hidayah yang baru membawa angin segar dalam melakukan
pencerahan keagamaan Ahlussun¬nah wal Jama’ah. Dan kelompok Wahabi
Salafi pun tidak dapat bergerak dengan bebas dan leluasa dalam
menyebarkan ajaran. “Karena, ruang gerak dakwah mereka selalu diawasi, dipersempit, dan dibatasi,”
kata Kiai Thobari dengan lega. Rasanya, itulah balasan amal mereka yang
suka membid’ah dan memusyrikkan amalan orang yang tidak sepaham. Semoga
peristiwa ini akan menjadi i’tibar (bahan pelajaran) bagi kita semua,
Amiin.
(Disadur oleh Tim Sarkub dari KH. Thobari Syadzily dan Majalah Aula dengan perubahan seperlunya)
No comments:
Post a Comment