Law Kaana Khairon…
Salafy Wahhabi sering berkata bahwa jika
perbuatan itu memang baik, tentu para Salafush Shalih akan mendahului
kita dalam melakukannya. Lalu muncullah pertanyaan-pertanyaan di benak
kita. Ketika mereka benci melihat orang mencium tangan ulama shalih,
siapa yang mendahului mereka dalam membenci hal yang demikian?
Ingatkah
Anda ketika Allah memerintahkan malaikat dan Azazil untuk sujud
menghormati Nabi Adam? Apakah Azazil melakukannya? Tidak, dia
membangkang dan enggan menghormati Nabi Adam yang dimulyakan Allah.
Ketika Iblis diperintahkan sujud menghormat ke kubur Nabi Adam di masa
Nabi Musa, ia pun membangkang. Dan kini kaum salafy membangkang dan
enggan menghormati Nabi dan ulama ketika Allah memerintahkan agar
menghormati dan memulyakan mereka sebagai bagian dari ketaqwaan hati.
Lalu
bagaimana para pendahulu kita mengenai hal ini? Suatu ketika Sayyidina
Ibnu Abbas menuntun kendaraan Sayyidina Zaid bin Tsabit. Sayyidima Zaid
berkata, “Tak usah wahai anak paman Rasulullah!” Lalu Sayyidina Ibnu
Abbas menjawab, “Beginilah kami diajar untuk menghormati ulama dan
pembesar kami.” Lalu Sayyidina Zaid berkata, “Tolong perlihatkan
tanganmu!” Ketika Sayyidina Ibnu Abbas memperlihatkan tangannya,
Sayyidina Zaid bin Tsabit segera mencium tangan Sayyidina Ibnu Abbas dan
berkata, “Beginilah kami diajarkan terhadap ahli bait Rasulullah SAW.”
Demikianlah
Ahlussunnah diajarkan untuk menghormati ulama dan ahlul bait Rasulullah
SAW. Demikianlah salafuna, demikian pula kami.
Muncul juga
pertanyaan di benak kita akan siapa pendahulu salafy Arab dalam
menggunakan sistem kerajaan? Bukankah Muhammad bin Abdul Wahab terlibat
dalam pembangkangan kepada Khilafah Utsmaniyah?
Muncul juga
pertanyaan di benak kita akan siapa pendahulu mereka dalam usaha
perusakan makam Nabi? Muncul juga pertanyaan di benak kita akan siapa
pendahulu mereka dalam melarang bertabarruk kepada benda-benda
peninggalan Nabi? Jika merusak makam Nabi dan melarang tabarruk itu
memang baik, tentu para salafush shalih akan mendahului mereka.
Apakah
mencium tangan seseorang adalah suatu penyembahan kepada orang
tersebut? Dari mana mereka bisa berkata seperti itu? Atas dasar apa?
Sedangkan Allah telah memerintahkan malaikat untuk sujud kepada Adam
dalam rangka menghormati Adam. Jika mencium tangan ulama adalah syirik,
maka malaikat telah berbuat syirik, karena telah sujud kepada selain
Allah.
Bahkan para shahabat, apabila Rasul berwudhu, maka mereka
berebut untuk dapat meminum air bekas wudhu beliau shollallohu ‘alayhi
wa alihi wa sallam. Jika Rasul bercukur, mereka berebut untuk
mendapatkan rambut beliau SAAW. Bahkan Imam Ahmad bin Hanbal ingin agar
dikubur bersama dengan tiga helai rambut Rasul yang beliau miliki. Para
shahabat bukan hanya ingin mencium tangan Rasul, bahkan ada di antara
mereka yang menelan darah bekam Rasul.
Jika mencium tangan
seseorang adalah syirik, maka para shahabat adalah musyrikin terparah
yang pernah ada dalam sejarah ummat ini, dan Rasul adalah orang yang
membiarkan kesyirikan terbesar itu berlangsung di depan matanya, dan
Rasul membiarkan dirinya sebagai objek kesyirikan. Sungguh tidak masuk
aqal tuduhan kelompok sempalan itu.
Muncul juga pertanyaan di
benak kita akan siapa pendahulu mereka dalam mengharamkan bertwassul
dengan Nabi? Sedangkan Nabi Adam dan Nabi Muhammad telah mendahului kita
dalam hal ini.
Bahwasanya Nabi SAAW pernah berdo’a dengan mengatakan, “Dengan haq Nabi-Mu dan Nabi-Nabi sebelum aku.” [HR. Imam Thabrani]
Dari
Umar ra. Ia berkata: Rasulullah SAAW bersabda, “Tatkala Adam melakukan
kesalahan, dia berkata: “Wahai Rabbku, aku memohon kepada-Mu dengan haq
Muhammad akan dosa-dosaku, agar Engkau mengampuniku.” Lalu Allah
berfirman: “Wahai Adam, bagaimana kamu mengenal Muhammad sedang Aku
belum menciptakannya (sebagai manusia) ?” Adam menjawab: “Wahai Rabbku,
tatkala Engkau menciptakanku dengan Tangan-Mu dan meniupkan ruh-Mu ke
dalam diriku, maka Engkau Mengangkat kepalaku, lalu aku melihat di atas
kaki-kaki arsy tertulis ‘Laa Ilaaha illallaah Muhammadur Rasuulullaah’
sehingga aku tahu bahwa Engkau tidak menambahkan ke dalam Nama-Mu
kecuali makhluq yang paling Engkau cintai.” Lalu Allah Berfirman: “Benar
engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah makhluq yang paling Aku
cintai, berdoalah kepadaku dengan haq dia, maka sungguh Aku
Mengampunimu. Sekiranya tidak ada Muhammad, maka Aku tidak
menciptakanmu.” [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak juz 2 halaman 615, dan
beliau mengatakan shahih. Juga Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Ibnu
Taimiyah mengutipnya dalam kitab Al-Fatwa juz 2 halaman 150, dan beliau
menggunakannya sebagai tafsir/penjelasan bagi hadits-hadits yang shahih]
Muncul
pertanyaan di benak kita akan siapa pendahulu mereka dalam memvonis
sesat kaum sufi dan thariqoh? Sedangkan dalam thoriqoh itu dikenal
sistem sanad yang sanad mursyid mereka bersambung kepada Rasulullah.
Lalu bagaimana sanad kaum Salafy Wahabi itu? Belum pernah ada ustadz dan
syaikh salafy Wahabi yang mempunyai sanad ilmu yang bersambung kepada
Rasulullah SAW. Para salafush shalih telah menuntut ilmu dengan sanad
yang bersambung kepada Rasulullah SAW. Lalu siapa pendahulu Salafy
Wahabi hingga mereka belajar tanpa sanad yang bersambung kepada
Rasulullah SAW? Tanpa sanad mereka bicara tentang ilmu semau mereka.
Inikah ajaran salafush shalih?
Adakah salafush shalih yang
melarang dzikir berjama’ah? Takbiran itu merupakan salah satu bentuk
dzikir berjama’ah dengan mengangkat suara di dalam Masjid. Maka jelaslah
bahwa dzikir berjama’ah dengan mengangkat suara di dalam Masjid
bukanlah sayyi’ah ataupun dholalah. Maka siapa para pendahulu yang
dimaksud kaum salafy yang melarang dzikir berjama’ah?
Berhati-hatilah
wahai kaum salafy, karena salah satu penerbit kalian telah menstempel
buku-buku kalian dengan stempel Masonic pengikut Iblis! Engkau
melihatnya sebagai air, padahal itu adalah api. Kembalilah kepada ajaran
salafus shalih yang sesungguhnya dan selamatkanlah dirimu dari ajaran
kaum penyempal!
( Jurnal Habib Munzir ke Manokwari, Oktober 2008 » )
Seorang Muslim Yang Belajar Islam Langsung Dari Al-Qur'an Dan Hadits Pastilah Seorang Ahli Bid'ah Sayyi'ah. Sebab Rasulullah Telah Berwasiat untuk Berpegang Teguh Pada Alqur-an dan As-Sunnah Dengan Mengikuti Pemahaman Para Sahabat, Tabi'in, Tabi'ittabi'in. Bukan Pemahaman Diri Sendiri. Dan Beruntunglah Yang Bermadzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi'i Yang Merupakan Imam Dari Kalangan Tabi'in dan Tabi'ittabi'in
No comments:
Post a Comment