Kedua
pendapat tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama
berdalil dengan hadits-hadits Rasulullah SAW. Hanya pendapat yang
satunya berpandangan bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW
tidak membaca qunut itu lebih kuat. Sementara pendapat yang satunya
lagi berpendapat bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW
membaca qunut justru yang lebih kuat. Jadi pandangan kaum Salafi-Wahabi yang mengatakan bahwa membaca qunut itu tidak ikut Rasulullah SAW adalah salah dan tidak benar. Nah untuk menjernihkan persoalan ini, marilah kita kaji dalil tentang qunut ini dari perspektif ilmu hadits.
Sebagaimana dimaklumi, pandangan Imam al-Syafi’i yang menganjurkan
membaca qunut dalam shalat shubuh diikuti oleh mayoritas ulama ahli
hadits, karena agumentasinya lebih kuat dari perspektif ilmu hadits.
Terdapat beberapa hadits yang menjadi dasar Imam al-Syafi’i dan
pengikutnya dalam menganjurkan membaca qunut dalam shalat shubuh.
Dalil Pertama:
عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ سِيْرِيْن قَالَ قُلْتُ لأَنَسٍ هَلْ قَنَتَ رَسُولُ اللهِ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا. - رواه مسلم في صحيحه
“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah
SAW membaca qunut
dalam shalat shubuh?” Beliau menjawab: “Ya, setelah ruku’ sebentar.”
(HR. Muslim, hadits no. 1578).عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ سِيْرِيْن قَالَ قُلْتُ لأَنَسٍ هَلْ قَنَتَ رَسُولُ اللهِ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا. - رواه مسلم في صحيحه
“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah
Dalil Kedua:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. (رواه أحمد والدارقطني والبيهقي وغيرهم بإسناد صحيح).
“Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam shalat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.” (HR. Ahmad [3/162, al-Daraquthni [2/39], al-Baihaqi [2/201] dan lain-lain dengan sanad yang shahih.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. (رواه أحمد والدارقطني والبيهقي وغيرهم بإسناد صحيح).
“Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam shalat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.” (HR. Ahmad [3/162, al-Daraquthni [2/39], al-Baihaqi [2/201] dan lain-lain dengan sanad yang shahih.
Hadits di
atas juga dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’
Syarh al-Muhadzdzab [3/504]. Beliau berkata: “Hadits tersebut shahih,
diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih.
Di antara yang memastikan keshahihannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah
Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat
dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan
oleh al-Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.”
Sebagian
kalangan ada yang mendha’ifkan hadits di atas dengan alasan, di dalam
sanadnya terdapat perawi lemah bernama Abu Ja’far Isa bin Mahan al-Razi.
Alasan ini jelas keliru. Karena Abu Ja’far al-Razi dinilai lemah oleh
para ulama ahli hadits seperti Yahya bin Ma’in, dalam riwayatnya dari
Mughirah saja. Sementara dalam hadits di atas, Abu Ja’far meriwayatkan
tidak melalui jalur Mughirah, akan tetapi melalui jalur al-Rabi’ bin
Anas. Sehingga hadits beliau dalam riwayat ini dinilai shahih.
Dalil Ketiga:
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِيْ صَلاَةِ الصُّبْحِ فِيْ آَخِرِ رَكْعَةٍ قَنَتَ. (رواه ابن نصر في قيام الليل بإسناد صحيح).
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW apabila bangun dari ruku’ dalam shalat shubuh pada rakaat akhir, selalu membaca qunut.” (HR. Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam kitab Qiyam al-Lail [137] dengan sanad yang shahih).
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِيْ صَلاَةِ الصُّبْحِ فِيْ آَخِرِ رَكْعَةٍ قَنَتَ. (رواه ابن نصر في قيام الليل بإسناد صحيح).
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW apabila bangun dari ruku’ dalam shalat shubuh pada rakaat akhir, selalu membaca qunut.” (HR. Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam kitab Qiyam al-Lail [137] dengan sanad yang shahih).
Demikianlah
ketiga hadits di atas yang dijadikan dalil oleh al-Imam al-Syafi’i dan
pengikutnya. Sementara sebagian ulama yang tidak menganjurkan qunut
dalam shalat shubuh, berdalil dengan hadits berikut ini:
عَنْ
أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو
عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ. (رواه مسلم في
صحيحه)
“Dari Anas, sesungguhnya Rasulullah SAW membaca qunut selama satu bulan, di dalamnya mendoakan keburukan bagi beberapa suku Arab, kemudian meninggalkannya.” (HR. Muslim, hadits no. 1586).
“Dari Anas, sesungguhnya Rasulullah SAW membaca qunut selama satu bulan, di dalamnya mendoakan keburukan bagi beberapa suku Arab, kemudian meninggalkannya.” (HR. Muslim, hadits no. 1586).
Dalam
hadits shahih di atas, ternyata Rasulullah SAW membaca qunut hanya satu
bulan, kemudian sesudah itu meninggalkannya. Menanggapi hadits tersebut,
para ulama ahli hadits berpendapat, bahwa hadits ini tidak bertentangan
dengan hadits-hadits sebelumnya yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW
membaca qunut dalam shalat shubuh sampai wafat. Karena yang dimaksud
dengan hadits terakhir di atas adalah, Rasulullah SAW melaknat atau
mendoakan keburukan dalam qunut bagi beberapa suku Arab itu hanya satu
bulan, setelah itu beliau tidak melaknat lagi, tetapi bukan berarti
Rasulullah SAW meninggalkan qunut. Beliau membaca qunut dalam shalat
shubuh sampai wafat sebagaimana beberapa riwayat sebelumnya. Hal ini
sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafizh al-Baihaqi dalam al-Sunan
al-Kubra.
Oleh
karena, pendapat yang menetapkan qunut shubuh, lebih kuat dari segi
dalil, maka pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama dari generasi
salaf. Dalam konteks ini, al-Imam al-Hafizh al-Hazimi berkata dalam
kitabnya al-I’tibar fi Bayan al-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar (hal.
90):
وَقَدِ اخْتَلَفَ النَّاسُ فِي الْقُنُوتِ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ :فَذَهَبَ أَكْثَرُ النَّاسِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ عُلَمَاءِ الْأَمْصَارِ إِلَى إِثْبَاتِ الْقُنُوتِ ، فَمِمَّنْ رُوِّينَا ذَلِكَ عَنْهُ مِنَ الصَّحَابَةِ : الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ : أَبُو بَكْرٍ ، وَعُمَرُ ، وَعُثْمَانُ ، وَعَلِيٌّ ، وَمِنَ الصَّحَابَةِ : عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ ، وَأَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ ، وَالْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ ، وَأَنَسُ بْنُ مَالِكٍ.
“Para ulama telah berbeda pendapat tentang qunut dalam shalat shubuh. Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi berikutnya dari para ulama berbagai kota berpendapat menetapkan qunut. Di antara para sahabat yang diriwayatkan kepada kami membaca qunut adalah; Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). Demikian pula Ammar bin Yasir, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari, Abdurrahman bin Abi Bakar, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, al-Bara’ bin Azib, Anas bin Malik ….”.
وَقَدِ اخْتَلَفَ النَّاسُ فِي الْقُنُوتِ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ :فَذَهَبَ أَكْثَرُ النَّاسِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ عُلَمَاءِ الْأَمْصَارِ إِلَى إِثْبَاتِ الْقُنُوتِ ، فَمِمَّنْ رُوِّينَا ذَلِكَ عَنْهُ مِنَ الصَّحَابَةِ : الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ : أَبُو بَكْرٍ ، وَعُمَرُ ، وَعُثْمَانُ ، وَعَلِيٌّ ، وَمِنَ الصَّحَابَةِ : عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ ، وَأَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ ، وَالْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ ، وَأَنَسُ بْنُ مَالِكٍ.
“Para ulama telah berbeda pendapat tentang qunut dalam shalat shubuh. Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi berikutnya dari para ulama berbagai kota berpendapat menetapkan qunut. Di antara para sahabat yang diriwayatkan kepada kami membaca qunut adalah; Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). Demikian pula Ammar bin Yasir, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari, Abdurrahman bin Abi Bakar, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, al-Bara’ bin Azib, Anas bin Malik ….”.
Setelah
memaparkan bahwa membaca qunut diikuti oleh mayoritas ulama, al-Hazimi
kemudian menguraikan bahwa pandangan yang menafikan qunut dalam shalat
shubuh diikuti oleh sekelompok ulama dengan alasan bahwa hukum membaca
qunut dalam shalat shubuh telah dimansukh (dihapus hukumnya).
Selanjutnya al-Hazimi membantah dengan tegas pendapat yang menafikan
qunut tersebut dari aspek ilmu hadits dan ushul fiqih.
Pada
dasarnya, pendapat yang mengatakan sunnah maupun tidak sunnah membaca
qunut dalam shalat shubuh sama-sama didasarkan pada hadits-hadits Nabi
SAW. Hanya saja pendapat yang mengatakan sunnah lebih kuat dari aspek
tinjauan ilmu hadits dan ushul fiqih, serta diikuti oleh mayoritas ulama
dari generasi salaf yang shaleh dan ahli hadits. Wallahu a’lam
bis-shawab.
___
Judul Asli Artikel:
No comments:
Post a Comment