Sa’ad bin Abi Waqqash RA,
dialah yang pertama melepas anak panah untuk membela Agama Allah,
sekaligus orang pertama yang tertembus anak panah dalam membela Agama
Allah. Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah
dengan jaminan kedua orang tua beliau, Sabda Rasulullah, SAW waktu saat
perang Uhud: “Panahlah hai Sa’ad ! Ibu Bapakku menjadi jaminan bagimu
….”
Lelaki Penghuni Surga Diantara dua
pilihan, Iman dan Kasih Sayang. Malam telah larut, ketika seorang pemuda
bernama Sa’ad bin Abi Waqqash terbangun dari tidurnya. Baru saja ia
bermimpi yang sangat mencemaskan. Ia merasa terbenam dalam kegelapan,
kerongkongannya terasa sesak, nafasnya terengah-engah, keringatnya
bercucuran, keadaan sekelilingnya gelap-gulita. Dalam keadaan yang
demikian dahsyat itu, tiba-tiba dia melihat seberkas cahaya dari langit
yang terang-benderang. Maka dalam sekejap, berubahlah dunia yang
gelap-gulita menjadi terang benderang dengan cahaya tadi. Cahaya itu
menyinari seluruh rumah penjuru bumi. Bersaman dengan sinar yang
cemerlang itu, Sa’ad bin Abi Waqqash melihat tiga orang lelaki, yang
setelah diamati tidak lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Bakar bin
Abi Quhafah dan Zaid bin Haritsh.
Sejak ia
bermimpi yang demikian itu, mata Sa’ad bin Abi Waqqash tidak mau
terpejam lagi. Kini Sa’ad bin Abi Waqqash duduk merenung untuk
memikirkan arti mimpi yang baginya sangat aneh. Sampai sinar matahari
mulai meninggi, rahasia mimpi yang aneh tersebut masih belum terjawab.
Hatinya kini bertanya-tanya, berita apakah gerangan yang hendak saya
peroleh. Seperti biasa, di waktu pagi, Sa’ad dan ibunya selalu makan
bersama-sama. Dalam menghadapi hidangan pagi ini, Sa’ad lebih banyak
berdiam diri. Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat
kepada ibunya. Namun, mimpi semalam dirahasiakannya, tidak diceritakan
kepada ibu yang sangat dicintai dan dihormatinya. Sedemikian dalam
sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cinta Sa’ad hanya
untuk ibunya yang telah memelihara dirinya sejak kecil hingga dewasa
dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan.
Pekerjan Sa’ad adalah membuat tombak dan
lembing yang diruncingkan untuk dijual kepada pemuda-pemuda Makkah yang
senang berburu, meskipun ibunya terkadang melarangnya melakukan usaha
ini. Ibu Sa’ad yang bernama Hamnah binti Suyan bin Abu Umayyah adalah
seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah
cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang
terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia
kepada agama nenek moyangnya, yaitu penyembah berhala.
Pada suatu hari tabir mimpi Sa’ad mulai
terbuka, ketika Abu Bakar mendatangi Sa’ad di tempat pekerjaannya dengan
membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad Saw, sebagai
Rasul Allah. Ketika Sa’ad bertanya, siapakah orang-orang yang telah
beriman kepada Muhammad Saw, dijawab oleh Abu Bakar : dirinya sendiri,
Ali bin Abi Thalib r.a., dan Zaid bin Haritsh. Muhammad Saw, mengajak
manusia menyembah Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi. Seruan ini
telah mengetuk pintu hati Sa’ad untuk menemui Rasul Allah Saw, untuk
mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalbu Sa’ad telah disinari cahaya
iman, meskipun usianya waktu itu baru menginjak tujuh belas tahun. Sa’ad
termasuk dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin
Abi Thalib r.a., Abu Bakar r.a. dan Zaid bin Haritsh. Cahaya agama
Allah yang memancar ke dalam kalbu Sa’ad, sudah demikian kuat, meskipun
ia mengalami ujian yang tidak ringan dalam memeluk agama Allah ini.
Diantara ujian yang dirasa paling berat adalah, karena ibunya yang
paling dikasihi dan disayanginya itu tidak rela ketika mengetahui Sa’ad
memeluk Islam.
Sejak memeluk Islam, Sa’ad telah
melaksanakan shalat dengan sembunyi-sembunyi di kamarnya. Sampai pada
suatu saat, ketika ia sedang bersujud kepada Allah, secara tidak
sengaja, ibu yang belum mendapat hidayah dari Allah ini melihatnya.
Dengan nada sedikit marah, Hamnah bertanya : “Sa’ad, apakah yang sedang
kau lakukan ?” Rupanya Sa’ad sedang berdialog dengan Tuhannya; ia tampak
tenang dan khusyu’ sekali. Setelah selesai menunaikan Shalat, ia
berbalik menghadap ibunya seraya berkata lembut. “Ibuku sayang, anakmu
tadi bersujud kepada Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi dan apa
yang ada di antara keduanya. Mendengar jawaban anaknya, sang ibu mulai
naik darah dan berkata : “Rupanya engkau telah meninggalkan agama nenek
moyang kita, Tuhan Lata, Manata dan Uzza. Ibu tidak rela wahai anakku.
Tinggalkanlah agama itu dan kembalilah kepada agama nenek moyang kita
yang telah sekian lama kita anut”. “Wahai ibu, aku tidak dapat lagi
menyekutukan Allah, Dia-lah Dzat Yang Tunggal, tiada yang setara dengan
Dia, dan Muhammad adalah utusan Allah untuk seluruh umat manusia,” jawab
Sa’ad. Kemarahan ibunya semakin menjadi-jadi, karena Sa’ad tetap
bersikeras dengan keyakinannya yang baru ini. Oleh karena itu, Hamnah
berjanji tak akan makan dan minum sampai Sa’ad kembali taat memeluk
agamanya semula. Sehari telah berlalu, ibu ini tetap tidak mau makan dan
minum. Hati Sa’ad merintih melihat ibunya, tetapi keyakinanya terlalu
mahal untuk dikorbankan. Sa’ad datang membujuk ibunya dengan mengajaknya
makan dan minum bersama, tapi ibunya menolak dengan harapan agar Sa’ad
kembali kepada agama nenek moyangnya. Kini Sa’ad makan sendirian tanpa
ditemani ibunya. Hari keduapun telah berlalu, ibunya tampak letih,
wajahnya pucat-pasi dan matanya cekung, ia kelihatan lemah sekali. Tidak
ada sedikitpun makanan dan minuman yang dijamahnya. Sa’ad sebagai
seorang anak yang mencintai ibunya bertambah sedih dan terharu sekali
melihat keadaan Hamnah yang demikian. Malam berikutnya, Sa’ad kembali
membujuk ibunya,agar mau makan dan minum. Namun ibunya adalah seorang
wanita yang berpendirian keras, ia tetap menolak ajakan Sa’ad untuk
makan, bahkan ia kembali merayu Sa’ad agar menuruti perintahnya semula.
Tetapi Sa’ad tetap pada pendiriannya, ia tak hendak menjual agama dan
keimanannya kepada Allah dengan sesuatupun, sekalipun dengan nyawa ibu
yang dicintainya.
Imannya telah membara, cintanya kepada
Allah dan Rasul-Nya telah sedemikian dalam. Di depan matanya ia
menyaksikan keadaan ibunya yang meluluhkan hatinya, namun dari lidahnya
keluar kata-kata pasti yang membingungkan lbunya; Demi Allah, ketahuilah
wahai ibunda sayang, seandainya ibunda memiliki seratus nyawa lalu ia
keluar satu persatu, tidaklah nanda akan meninggalkan agama ini walau
ditebus dengan apa pun juga. Maka sekarang, terserah kepada ibunda,
apakah ibunda akan makan atau tidak”. Kata kepastian yang diucapkan
anaknya dengan tegas membuat ibu Sa’ad bin Abi Waqqash tertegun sesaat.
Akhirnya ia mulai mengerti dan sadar, bahwa anaknya telah memegang teguh
keyakinannya. Untuk menghormati ibunya, Sa’ad kembali mengajaknya untuk
makan dengannya, karena ibu ini telah merasakan kelaparan yang amat
sangat dan ia telah memaklumi pula bahwa anak yang dicintainya tidak
akan mundur setapakpun dari agama yang dianutnya, maka ibu Sa’ad mundur
dari pendiriannya dan memenuhi ajakan anaknya untuk makan bersama.
Alangkah gembiranya hati Sa’ad bin Abi
Waqqash. Ujian iman ternyata dapat diatasinya dengan ketabahan dan
memohon pertolongan Allah. Keesokan paginya, Sa’ad pergi menuju ke rumah
Nabi Saw. Sewaktu ia berada di tengah majlis Nabi Saw, turunlah firman
Allah yang menyokong pendirian Sa’ad bin Abi Wadqash: “Dan Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapaknya,
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
ibu-bapakmu; hanya kepada-Ku-lah tempat kamu kembali. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu turuti keduanya, dan
bergaullah dengan keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan
orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah tempat
kembalimu. Maka Kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
(Q.S. Luqman: 14-15).
Terkadang Sa’ad mencucurkan air matanya
apabila ia sedang berada di dekat Nabi Saw. Ia adalah seorang sahabat
Rasul Allah Saw, yang diterima amal ibadahnya dan diberi nikmat dengan
doa Rasul Allah Saw, agar doanya kepada Allah dikabulkan. Apabila Sa’ad
bermohon diberi kemenangan oleh Allah pastilah Allah akan mengabulkan
doanya. Pada suatu hari, ketika Rasul Allah Saw, sedang duduk bersama
para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar
bisikan malaikat. Kemudian Rasul kembali menatap kepada sahabatnya
dengan berkata : “Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki
dari penduduk surga”. Mendengar ucapan Rasul Allah Saw, para sahabat
menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah
gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama
berselang datanglah laki-laki yang ditunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi
Waqqash. Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua,
Sa’ad bin Abi Waqash juga terkenal karena keberaniannya dalam
peperangan membela agama Allah.
Ada dua hal penting yang dikenal orang
tentang kesatriaannya. Pertama, Sa’ad adalah orang yang pertama
melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang
mula-mula terkena anak panah. Dan yang kedua, Sa’ad adalah satu-satunya
orang yang dijamin oleh Rasul Saw dengan jaminan kedua orang tua Nabi
Saw. Bersabda Nabi Saw, dalam perang Uhud :”Panahlah hai Sa’ad !
Ayah-Ibuku menjadi jaminan bagimu”. Sa’ad bin Abi Waqqash, hampir selalu
menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran. Sejarah mencatat,
hari-hari terakhir Panglima Sa’ad bin Abi Waqqash ialah ketika ia
memasuki usia delapan puluh tahun.
Dalam keadaan sakit Sa’ad bin Abi
Waqqash berpesan kepada para sahabatnya, agar ia dikafani dengan Jubah
yang digunakannya dalam perang Badr, sebagai perang kemenangan pertama
untuk kaum muslimin. Pahlawan perkasa ini telah menghembuskan nafas yang
terakhir dengan meningalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia
dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para Syuhada.
Demikianlah, keimanan Sa’ad bin Abi
Waqqash kepada Allah dan Rasul-Nya telah mendapat keridhaan Ilahi.
Al-Qur’an telah mengabadikan peristiwa itu menjadi pedoman buat kaum
Muslimin.
Allahu A'lam
Allahu A'lam
No comments:
Post a Comment